NTB || jatenggayengnews.com – Forum Rakyat NTB (FR NTB) mengadakan hearing dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB pada Rabu, 19 Maret 2025, untuk membahas dugaan penyalahgunaan aset daerah di Kauman, Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah. Aset tersebut tercatat sebagai milik Pemerintah Provinsi NTB melalui Dikbud, namun diduga digunakan oleh seorang anggota DPRD NTB untuk pembangunan pusat perbelanjaan (ruko) tanpa mengikuti mekanisme yang sah dan melanggar aturan yang berlaku.
Koordinator FR NTB, Saidin Al-Fajari, mempertanyakan keabsahan penggunaan aset pemerintah daerah ini, menekankan bahwa pembangunan tanpa izin jelas dapat dianggap melanggar hukum. Ia meminta penjelasan mengenai dasar hukum yang digunakan oleh pihak yang memanfaatkan lahan tersebut tanpa prosedur yang benar. “Kenapa aset Pemprov NTB bisa digunakan oleh oknum DPRD NTB untuk membangun ruko? Izin apa yang dipakai? Aset daerah tidak bisa digunakan sembarangan tanpa mengikuti aturan,” ujar Saidin.
Lebih lanjut, FR NTB berencana membawa masalah ini ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB untuk meminta klarifikasi tentang pengelolaan aset tersebut. Jika terbukti terjadi penyalahgunaan atau pelanggaran, mereka mendesak agar tindakan hukum diambil sesuai peraturan yang berlaku.
Sekretaris Dinas Dikbud NTB, Jaka Wahyana, mengonfirmasi bahwa lahan yang dipermasalahkan memang milik Dikbud NTB. Namun, ia menjelaskan bahwa kewenangan pengelolaan aset tersebut berada di bawah BPKAD NTB. Berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, pemanfaatan aset daerah harus dilakukan melalui mekanisme yang sah, seperti sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, atau pemindahtanganan yang memerlukan persetujuan pemerintah daerah. Jika terbukti ada pemanfaatan tanpa izin, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang dan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
FR NTB menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan tegas dan kejelasan dari pemerintah daerah. Jika tidak ada respons yang memadai, mereka mengancam akan menggelar aksi besar-besaran untuk menuntut transparansi dalam pengelolaan aset daerah.