Cilacap || jatenggayengnews.com – Amin Marzuki, Kepala Desa Sarwadadi, Kawunganten, Cilacap, diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia melarang wartawan merekam proses klarifikasi terkait skandal tanah bengkok yang melibatkan Sarno, seorang perangkat desa yang dituding sebagai mafia tanah.
Peristiwa ini terjadi pada Selasa (11/3/2025) ketika Rudi Hartato, warga yang menjadi korban sengketa tanah bengkok, menerima undangan klarifikasi dari Amin Marzuki melalui WhatsApp. Awak media turut mendampingi Rudi dalam pertemuan tersebut. Namun, dalam sesi klarifikasi, Amin Marzuki justru menunjukkan sikap represif terhadap pers dengan melarang wartawan merekam, bahkan mengancam akan menuntut mereka jika tetap melakukannya.
Tindakan Amin Marzuki ini jelas bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 1 UU Pers, yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghalangi tugas jurnalistik dapat dikenakan hukuman penjara dua tahun atau denda hingga Rp500 juta. Selain itu, larangan ini juga melanggar UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (KIP).
Keengganan Amin Marzuki untuk merekam pernyataannya memunculkan dugaan bahwa ia hanya berusaha “cuci tangan.” Jika ia benar-benar ingin menindak dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Sarno, mengapa perangkat desa tersebut masih dipertahankan? Apa yang membuatnya begitu takut hingga harus membungkam wartawan?
TO, mantan aktivis anti-korupsi, menyoroti ketidaktegasan Amin Marzuki dalam menangani Sarno. “Apakah Kades takut memecat Sarno karena ada sesuatu yang mengikat mereka? Atau justru ia sendiri tersandera dalam permainan ini?” ujar TO dengan nada tajam.
Sikap ambigu ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada permainan di balik layar yang lebih besar dari sekadar dugaan mafia tanah? Jika benar, maka masyarakat Sarwadadi patut waspada karena bukan tidak mungkin akan ada korban-korban berikutnya.