SEMARANG || jatenggayengnews.com – Sidang kasus dugaan penggelapan dana sebesar Rp 2,3 miliar dengan terdakwa Bella Puspita Sari kembali digelar di Pengadilan Negeri Semarang pada Selasa, 18 Maret 2025. Dalam persidangan kali ini, kuasa hukum terdakwa, Dimas Adyaksa Mulya Prata, S.H., M.H., membacakan eksepsi (nota keberatan) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), di mana beberapa poin dakwaan dibantah oleh pihak terdakwa.
Sidang ini juga dihadiri oleh kuasa hukum pelapor, Jogi Panggabean, S.H., dan Windy Aryadewi, S.H., serta ayah dan suami terdakwa. Dalam persidangan, tim kuasa hukum terdakwa meminta Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hasil audit kepada majelis hakim. Awalnya, majelis hakim meminta kuasa hukum terdakwa untuk berkoordinasi dengan jaksa guna memperoleh salinan dokumen tersebut. Namun, JPU Agus Arfiyanto, S.H., mengaku tidak memiliki arsip BAP audit karena seluruh dokumen telah diserahkan kepada majelis hakim. Pernyataan ini memunculkan keheranan di kalangan hakim mengenai ketidaksediaan arsip lengkap oleh JPU. Akhirnya, hakim meminta jaksa untuk berkoordinasi dengan Panitera Pengganti agar mendapatkan kembali dokumen tersebut.
Usai sidang eksepsi, terdakwa Bella Puspita Sari diminta oleh jaksa untuk datang ke Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang guna melepas alat pemantau elektronik yang sebelumnya dipasang di kakinya sebagai bagian dari status tahanan rumah. Pelepasan alat ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan terhadap terdakwa, terutama dalam memastikan bahwa ia tidak melanggar status tahanan rumah atau bebas berkeliaran di luar.
Keputusan ini juga menuai reaksi dari kuasa hukum pelapor, Jogi Panggabean, S.H., yang merasa ada perlakuan berbeda terhadap Bella Puspita Sari dibandingkan dengan terdakwa lain yang dikenai pasal serupa, yakni Pasal 374 dan 372 jo 376 KUHP, yang tetap menjalani penahanan di rutan.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Semarang, Sarwanto, menjelaskan bahwa status tahanan Bella Puspita Sari telah beralih dari tahanan Kejaksaan ke tahanan Pengadilan. Dengan demikian, sistem pengawasan kini sepenuhnya berada di bawah kewenangan pengadilan. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai bagaimana pengadilan akan memastikan kepatuhan terdakwa terhadap status tahanannya tanpa alat pemantau elektronik. Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi dari pihak pengadilan terkait metode pengawasan yang akan diterapkan.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Selasa, 25 Maret 2025, dengan agenda tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum.