SEMARANG || jatenggayengnews.com – Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Jawa Tengah terus berupaya menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan. Mulai dari sengketa, hingga penataan aset dan akses tanah di daerah.
Hal itu disampaikan Pj Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs, Nana Sudjana A.S., M.M., saat menghadiri Rapat Koordinasi GTRA Jawa Tengah di Hotel Patra Jasa Semarang, Kamis (02/11/2023).
Salah satu persoalan yang telah diselesaikan GTRA adalah tanah timbul yang sudah dihuni oleh masyarakat sejak tahun 1940 di Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Diketahui tanah timbul yang terjadi karena sedimentasi sungai itu, merupakan tanah milik negara.
“Rekomendasi dari Menteri ATR/ BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) untuk ditindaklanjuti dengan redistribusi tanah,” katanya.
Sertifikat tanah pada lokasi seluas 86,2 hektare atau sebanyak 997 bidang itu, telah selesai pada Agustus 2023 lalu, dan siap diredistribusi kepada masyarakat. Berdasarkan jumlah tersebut, masih ada bidang tanah yang harus diselesaikan dan ditargetkan selesai pada tahun 2024.
Selain persoalan tanah timbul di Cilacap, masalah sengketa tanah di berbagai lokasi juga telah diselesaikan. Beberapa di antaranya, yaitu eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Sinar Kartosuro, tanah hak pakai atas nama Pemerintah Kabupaten Blora, dan eks HGU PT Kencana Sikasur.
Pj Gubernur menambahkan, dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan perlu adanya kolaborasi.
“Dalam hal menangani suatu permasalahan, memang perlu adanya suatu koordinasi dan kebersamaan (antarpihak terkait), yang selama ini selalu disampaikan Pak Menteri ATR/ BPN adalah kolaborasi. Ini sangat penting,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto mengatakan, terdapat 15 titik di 15 kabupaten yang permasalahan tanahnya masih perlu diselesaikan. Nantinya ketika berhasil dituntaskan, maka tanah objek reforma agraria tersebut, dapat diterima masyarakat dalam bentuk sertifikat.
Oleh karena itu, GTRA memiliki beberapa tugas penting, mulai dari menata aset dengan membagikan dan memberikan tanah, hingga menata aksesnya.
Hadi menjelaskan, akses yang dimaksud bisa beragam bentuknya, seperti adanya kemudahan akses di bidang perbankan, sebab memiliki jaminan berupa sertifikat tanah, atau akses kepada off taker atau penjamin persoalan tanah dalam bentuk pemberdayaan masyarakat.
“Sehingga aset tanah yang kita berikan, tidak (menjadi)idle (tanah yang tidak digunakan), bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi mereka,” katanya.