Panyabungan ||jayenggayengnews.com-Aksi damai yang dilakukan oleh Lembaga Adat dan Budaya Ranah Nata (LABRN), yang terdiri dari masyarakat delapan desa di Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, mendapat perhatian dari DPC GRIB Jaya Mandailing Natal.
Aksi ini berfokus pada sengketa lahan seluas 82 hektar yang ditanami oleh PT. Perkebunan Sumatera Utara (PSU) di luar Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, yang terletak di Kebun Simpang Koje (28/09/2024)
LABRN menuntut agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mandailing Natal segera memberikan kejelasan terkait status lahan tersebut. Berdasarkan komunikasi antara pengurus LABRN dan manajemen PT. PSU, perusahaan telah mengakui bahwa lahan yang dimaksud memang berada di luar wilayah HGU.
Ahmad Lubis, Ketua OKK GRIB Jaya Mandailing Natal, mempertanyakan sikap Pemkab Mandailing Natal dalam peranannya sebagai mediator sengketa ini. “Pemkab Mandailing Natal harus lebih tegas, apa kendala yang mereka hadapi sehingga hingga saat ini belum ada putusan yang jelas terkait penggunaan lahan tersebut?” ujar Ahmad.
Menurut laporan dari perwakilan LABRN, sudah beberapa kali diadakan pertemuan antara pihak LABRN, PT. PSU, dan Pemkab. Namun, hasil pertemuan tersebut dinilai tidak berpihak pada masyarakat.
Wakil Sekjen GRIB Jaya, Hotman Notari Sipahutar, turut menyoroti dugaan adanya intervensi dari oknum berkepentingan yang menghambat penyelesaian sengketa lahan.
“Kami meminta Pemkab Mandailing Natal serius menanggapi tuntutan ini, karena masyarakat menilai hasil pertemuan-pertemuan sebelumnya selalu berat sebelah,” kata Hotman.
Hal ini, menurutnya, telah menciptakan opini negatif di kalangan masyarakat terhadap Pemkab Mandailing Natal.
DPC GRIB Jaya Mandailing Natal menyatakan “akan terus memantau perkembangan kasus ini. Mereka juga siap membantu hingga keputusan final yang berpihak kepada masyarakat LBRN dicapai.”