Magelang||jatenggayengnews.com – Sidang lanjutan kasus kekerasan seksual terhadap empat santriwati yang dilakukan oleh Ahmad Labib Asrori, pimpinan Pondok Pesantren Irsyadul Mutadiin di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, telah memasuki tahap kedua. Terdakwa, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Magelang dan Ketua Syuriah PBNU Kabupaten Magelang, serta seorang dosen di salah satu universitas di Magelang, menghadapi dakwaan atas tindak kekerasan seksual yang dilakukan terhadap santriwati-santriwatinya. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Magelang pada Senin (18/11/2024).
Pada sidang yang berlangsung hampir lima jam, dengan dimulai pada pukul 13.00 WIB hingga 18.00 WIB, majelis hakim yang dipimpin oleh Faharudin Said Ngaji, S.H., M.H., sempat menangguhkan sidang dua kali. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan para saksi korban, yang terdiri dari empat santriwati yang menjadi korban kekerasan seksual. Proses persidangan berlangsung tertutup, dan dua dari empat saksi korban, yakni ZA (26) dan HA (19), telah memberikan keterangannya. Dua saksi lainnya akan memberikan keterangan pada sidang mendatang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Aditya Oktavian, S.H., mengungkapkan bahwa semua fakta yang ada akan dibuktikan melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan keterangan dari kepolisian. “Terdakwa telah mengakui perbuatannya,” kata JPU. Keterangan dari dua saksi yang sudah memberikan pernyataan juga dianggap sesuai dengan fakta-fakta yang ada.
Korban dalam kasus ini didampingi oleh kuasa hukum Ahmad Solihudin, S.H., dan Aris Widodo, S.H., serta sejumlah anggota dari GPK Aliansi Tepi Barat yang dipimpin oleh Pujiyanto (Yanto Petok’s). Mereka mengawal ketat proses persidangan untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Pujiyanto menegaskan bahwa mereka akan terus mengawasi persidangan ini sampai putusan pengadilan dijatuhkan dan terdakwa mendapatkan hukuman maksimal. “Kami akan mengawasi apakah pasal yang diterapkan sudah sesuai dengan peraturan yang ada,” ujarnya.
Kuasa hukum korban, Ahmad Solihudin, S.H., dalam pernyataannya menyebutkan bahwa pihaknya akan terus mendampingi korban dalam proses persidangan ini. Ia juga menekankan pentingnya hukuman yang lebih berat bagi terdakwa mengingat posisi terdakwa sebagai seorang tokoh agama, pimpinan pesantren, dan dosen. “Pelaku adalah seorang pemimpin pesantren, seorang penceramah, dan seorang dosen yang seharusnya memberikan teladan, bukan malah melakukan kekerasan seksual,” tegasnya.
Kasus ini juga memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama orang tua santri. Sejumlah orang tua merasa khawatir akan keselamatan anak-anak mereka yang belajar di pesantren, yang seharusnya menjadi tempat untuk menuntut ilmu dan mengembangkan akhlak mulia, bukan menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual. Pujiyanto pun menambahkan bahwa kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Kabupaten Magelang. “Kami akan terus mengawal dan memastikan bahwa keadilan benar-benar terwujud,” pungkasnya.
Dilansir dari: Kabarpolisi.com