Menyerobot Tanah, Pensiunan Polri Dilaporkan ke Polda

SEMARANG || jatenggayengnews.com – Karena tanahnya diserobot Smd, seorang pensiunan Polri, Senin (23/5) lalu Harno (63 tahun) warga Desa Sumberrejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah, melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng).

Laporan Harno yang diterima oleh Kompol Meiliyan Rahmadi, SE, Smd dari SPKT Polda Jateng merupakan tindaklanjut dari hasil gelar perkara di Polda Jateng pda 14 Maret 2023. Gelar perkara merekomendasikan bila aduan Harno terkait kasus Sertifikat Hak Milik (SHM) 81 Desa Ujung-Ujung Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang atas nama Harno di tahun 2018, perkaranya bisa ditingkatkan menjadi Laporan Polisi.
Di dalam surat B/198/III/RES.1.2/2023/Direskrimum Polda Jateng tanggal 21 maret 2023 perihal surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan III (ketiga), aduan Harno di tahun 2018, ditegaskan bila aduannya dapat ditingkatkan menjadi Laporan Polisi atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat, menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam Akta Authentik dan penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP Jo. Pasal 266 KUHP dan/atau pasal 385 KUHP yang diduga dilaporkan sdr. Soetini dan sdr. H. Sumardiyanto.

Menurut Harno, penguasaan tanah SHM 81 miliknya oleh terlapor, diawali dengan modus menyewa tanah milik Harno (SHM 81 seluas 3520 m2) dan tanah SHM 38 seluas 2790 milik bapaknya Harno, Almarhum Sumali. Namun setelah masa sewa tanah selesai di tahun 2015, tanah tidak juga dikembalikan.
“Saat diminta uang sewa tanah oleh Almarhum Sumali, Smd memberi uang sewa Rp. 15.000.000,- (lima jelas juta) kepada bapak Harno, Almarhum Sumali. Hanya saja, di kuitansi dan perjanjian serah terima uang, isinya justru jual beli tanah.” Cerita Harno yang waktu laporan didampingi Yanti adiknya dan Advokat Evarisan, SH., MH dari Klinik Hukum ULTRA PETITA Semarang yang mendampingi Harno secara pro bono (gratis).
Menurut Yanti, Smd memanfaatkan sudah sepuh (sangat tua) dan tidak cakap baca tulisnya Almarhum Sumali. Kami yakin, almarhum Sumali tidak membaca isi kuitansi dan surat perjanjian. Almarhum tinggal tanda tangan di kuitansi dan surat yang yang ditulis Smd.

”Kami punya saksi bila Almarhum Sumali, hanya diminta tangan saat di depannya sudah ada uang jutaan rupiah tanpa tahu atau membaca isi kuitansi dan isi surat perjanjiannya. Secara lisan, Smd menyebut ini uang sewa tanah yang disewa Smd untuk ditanami tebu.” Tegas Yanti.

Menurut Yanti, isi kuitansi dan isi perjanjian itu tidak wajar. “Mosok, tanah seluas total 6310 m2, hanya dibayar Rp. 15.000.000,- atau per meter perseginya kurang lebih Rp. 2300,- (dua ribu tiga ratus rupiah).” Jelas Yanti sambil menunjukkan bukti foto copian kuitansi dan perjanjian di tahun 2015 yang patut diduga kuat ditulis oleh Smd.

Yanti, yang pada awal Maret 2023 didampingi GAMAT dan GJL, melakukan unjuk rasa di depan Mapolda Jateng dan Kantor Gubernuran menuntut keadilan, merasa senang karena setelah unjuk rasa, seminggu kemudian ada Gelar Perkara atas aduan tanah SHM 38, 39, 81 dan 105 milik keluarganya oleh Polda Jateng.

“Kami senang, karena aduan kasus tanah milik keluarganya di tahun 2018 dan 2019, hingga awal 2023 ke Polda Jateng, tidak tuntas-tuntas juga.” Ungkap Yanti yang berharap aduannya segera tuntas dan ditindak tegasnya Smd.
Harapan Yanti itu wajar karena tanah keluarga Yanti dikuasai Smd tanpa ganti rugi, juga dikeduk (ditambang) untuk dijual sebagai tanah urug ke proyek pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo.

Saat diadukan ke Polda Jateng, tidak juga tuntas-tuntas penanganannya dan terkesan sekali Smd tidak bisa disentuh hukum.
Menurut pengamatan GAMAT dan GJL, setidaknya ada 4 kasus penyerobotan tanah yang memposisikan Smd sebagai terlapor dengan bukti-bukti yang cukup tentang tindakan jahatnya, namun Smd masih saja melenggang bebas meski telah diadukan sejak tahun 2018 dan 2019.

Advokat Evarisan, SH., MH sangat mendukung harapan Yanti agar tanah-tanah keluarganya, SHM 39, 81 dan 105, serta uang hasil penjualan bagian tanah SHM 38, 39,81 dan 105 yang dikepras serta dijual sebagai tanah urug tanah ke proyek Jalan Tol Semarang Solo, diberikan kepada keluarganya.
”Tanah-tanah SHM 38, 39, 81 dan 105, dulunya perbukitan, namun kemudian dikepras atau ditambang oleh Smd yang kemudian dijual sebagai tanah urug tanah ke proyek Jalan Tol Semarang Solo.

Hanya saja, uangnya tidak pernah diberikan kepada pemilik tanah SHM 38, 39, 81 dan 105.” Jelas Evarisan, SH., MH yang juga aktivitas gerakan perlindungan perempuan ini.
Dalam laporannya ke SPKT, Harno bukan sekedar melaporkan Smd, tetapi juga Stn, seorang ibu rumah tangga warga Salatiga.

“Ibu Stn terpaksa ikut dilaporkan karena atas dasar hasil gelar perkara di Polda. Ibu Stn cukup bukti telah membantu Smd sehingga Smd bisa menguasai tanah SHM 81 milik Harno. Berkat surat keterangan palsu yang dibuat Ibu Stn, terbit SHM 81 baru atas nama Stn Cs.” Tambah Yanti yang sebenarnya merasa kasihan juga kepada Ibu Stn yang juga sudah sepuh namun dijadikan tumbal dalam kasus SHM 81.

Yanti juga sedih saat mengetahui laporanHarno kakaknya ke SPKT Polda Jateng, ibu Stn justru dijadikan sebagai terlapor I, sedangkan Smd dijadikan terlapor 2. Yanti berharap, penyidik nantinya bisa melihat fakta kalau dalam kasus SHM 81, yang kasus dan modusnya hampir sama dengan kasus tanah SHM 39, Smd seharusnya yang lebih diprioritaskan untuk dijerat karena tindakannya bukan saja ;
Pemalsuan surat, menyuruh Ibu Stn memasukkan keterangan palsu ke dalam Akta Authentik sehingga terbit SHM 81 baru di tahun 2016 dengan maksud untuk menyerobot tanah SHM 81 milik Harno (asli, kakak Yanti), tetapi juga
Penipuan kepada keluarga pelapor melalui kuitansi dan isi perjanjian, dengan cara membuat kuitansi dan sura perjanjian yang isinya tidak benar. Uang untuk bayar sewa tanah, tetapi disebutkan uang untuk beli tanah. Tanah sudah terbit SHM di tahun 1979, tetapi disebutkan sebagai tanah negara atau tanah GG, dan
Penambangan tanah SHM 81 yang dikeruk oleh terlapor Smd untuk dijual sebagai tanah urug proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo, hasil penjualan tanah urugnya tidak pernah diberikan kepada pemilik yang sah tanah SHM 81.

Kesedihan Yanti bisa dimaklumi karena Ibu Stn di samping sudah sepuh, juga telah menyatakan kalau Surat Keterangan Kehilangan SHM 81 dari Polsek Tingkir, tidaklah benar isinya. Surat itupun dibuat Ibu Stn atas suruhan terlapor Smd. Ibu Stn juga telah membuat ;
Surat Pernyataan Pembatalan Surat Keterangan Ahli Waris Shn/Hn bertanggal 28 Mei 2019, dan
Surat Permohonan Pembatalan Penerbitan SHM 28 atas nama Ibu Stn cs di tahun 2016 bertanggal 28 Mei 2019,
yang seharusnya dilihat sebagai kebenaran dan mengetahui tentang siapa yang menyuruh lakukan dan main tipu-tipu untuk menguasai tanah SHM 39,81 dan 105 secara sesat.
Selain itu, perlu juga diperhatikan saat ada ;
Surat Pernyataan Sarju, warga Desa Ujung-Ujung Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang, yang mengembalikan uang kepada kepada Smd sebagai wujud penolakan keluarganya ikut dilibatkan dalam kasus SHM 81 melalui Jual Beli berunsur kebohongan, sehingga dibatalkannya.
Surat Pernyataan Bilal mantan Bayan Desa Ujung Ujung, yang menyatakan kalau selama ini banyak memberi Keterangan tidak benar terkait tanah SHM 38, 39, 81 dan 105. Semua dilakukan karena BILAL takut kepada Smd yang Polisi dan sekarang telah Pensiun.

Kedua surat tersebut tentu akan memperjelas dan membuat lebih terang benderangnya kasus SHM 81 di samping kasus tanah SHM 38, 39 dan 105.

(Sukindar/Sumarno)

Wartawan : Malice

Editor        : Risa