Perjuangan Anak Yatim 13 Tahun Jualan Es Demi Bisa Ikut Ujian dan Bayar Seragam Sekolah

Foto: Nia saat berjualan.

Jakarta||jatenggayengnews.com – Nia, seorang remaja yatim berusia 13 tahun, mengungkapkan kisahnya tentang perjuangan hidup untuk membayar seragam dan atribut sekolah yang tertunggak. “Baju sekolah masih nunggak, bang, atribut juga belum dibayar. Kalau tidak dibayar nanti aku gak bisa ikut ujian semester karena masih ada tunggakan,” ujarnya.

Nia kehilangan ayahnya delapan tahun lalu akibat penyakit yang diderita, dan kini ia tinggal bersama ibunya yang bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan hanya 20 ribu rupiah per hari, serta adiknya yang masih duduk di bangku kelas 2 SD. Untuk membantu keluarga, Nia berkeliling kampung setiap pulang sekolah menjajakan es yang dibelinya dengan harga murah dan dijual kembali dengan harga seribu rupiah per bungkus. Namun, sehari-hari ia hanya bisa menjual 3-5 bungkus es, dengan sebagian uangnya ditabung untuk membayar tunggakan sekolah dan sebagian lagi diberikan kepada ibunya untuk membeli beras.

Tak jarang mereka hanya bisa makan nasi dengan garam sebagai lauk, demi memastikan Nia bisa terus bersekolah. Sang ibu mengungkapkan kesedihannya, “Saya suka sedih, Pak, lihat anak-anak hanya makan begitu, sementara anak-anak lain makannya enak-enak.”

Nia juga mengungkapkan bahwa ia sering dilecehkan teman-temannya, bahkan dagangannya ditarik hingga tumpah. Ia berharap ada bantuan agar bisa melunasi tunggakan sekolah dan biaya hidup keluarga.nNia, seorang remaja yatim berusia 13 tahun, mengungkapkan kisahnya tentang perjuangan hidup untuk membayar seragam dan atribut sekolah yang tertunggak. “Baju sekolah masih nunggak, bang, atribut juga belum dibayar. Kalau tidak dibayar nanti aku gak bisa ikut ujian semester karena masih ada tunggakan,” ujarnya.Nia kehilangan ayahnya delapan tahun lalu akibat penyakit yang diderita, dan kini ia tinggal bersama ibunya yang bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan hanya 20 ribu rupiah per hari, serta adiknya yang masih duduk di bangku kelas 2 SD. Untuk membantu keluarga, Nia berkeliling kampung setiap pulang sekolah menjajakan es yang dibelinya dengan harga murah dan dijual kembali dengan harga seribu rupiah per bungkus. Namun, sehari-hari ia hanya bisa menjual 3-5 bungkus es, dengan sebagian uangnya ditabung untuk membayar tunggakan sekolah dan sebagian lagi diberikan kepada ibunya untuk membeli beras.Tak jarang mereka hanya bisa makan nasi dengan garam sebagai lauk, demi memastikan Nia bisa terus bersekolah. Sang ibu mengungkapkan kesedihannya, “Saya suka sedih, Pak, lihat anak-anak hanya makan begitu, sementara anak-anak lain makannya enak-enak.”Nia juga mengungkapkan bahwa ia sering dilecehkan teman-temannya, bahkan dagangannya ditarik hingga tumpah. Ia berharap ada bantuan agar bisa melunasi tunggakan sekolah dan biaya hidup keluarga.